Sabtu, 23 Maret 2024

10 Kebiasaan Minim Sampah di Bulan Ramadan

 Ramadan bulan berkah. Biar tambah berkah, yok belajar membiasakan diri melakukan aktifitas yang dapat mengurangi sampah dan menjaga kelestarian bumi.

Tau kan kalau saat ini kondisi Indonesia sudah darurat sampah. Dari laporan Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, sebanyak 19,4 juta ton timbunan sampah permaret 2024. 

Dari jumlah tersebut baru 65,9 % atau sekitar 12,7 juta ton timbunan sampah terkelola. Sisanya sebanyak 6,6 juta ton sampah belum bisa terkelola artinya hanya menumpuk, membusuk, menyebabkan penyakit, mengurangi lahan publik serta berpotensi menyebabkan masalah sosial lainnya. 

Sumber: https://sipsn.menlhk.go.id/

Kondisi yang juga harus dicermati adalah dari puluhan juta ton sampah tersebut, penyumbang terbesar adalah bersumber dari sisa makanan sebanyak 41,9% lalu disusul sampah plastik 18, 5%. 

Nah jadi lebih terlihat kan kalau antara sampah sisa makanan dan sampah plastik memang paling akrab dengan kita. Tapi tidak ada kata terlambat. Mari mulai sekarang belajar untuk lebih bijak mengatur pola hidup kita.

Berikut 10 kebiasaan yang bisa kita lakukan di bulan ramadan untuk mengurangi sampah dan menjaga kelestarian bumi. 

1. Takjil war bawa wadah sendiri

Ini yang sedang viral banget, takjil war.  Kalau di daerah saya biasanya mulai jam 4an. Jam 5 puncaknya. Saya belum pernah ikutan karena yang biasa tugas beli takjil pak suami. 

Nah bisa banget tetap ikut takjil war tapi bawa wadah sendiri. Wadah bisa menyesuikan kira-kira kamu mau beli apa. Sesuatu yang berkuah atau tidak. Seberapa banyak belinya. Strategi ini juga bisa mengingatkan kita untuk tidak membeli melebihi yang direncakan.

2. PP Tarawih jalan kaki

Emang ngaruh ke kelestrian bumi? Ngaruh dong! Dengan kita berjalan kaki artinya mengurangi penggunaan BBM artinya menghemat SDA artinya lagi ketersediaan SDA dapat diperpanjang. 

3. Sesuai kebutuhan bukan keinginan

Mau kamu tim masak sendiri atau cus beli, pastikan makanan tidak berlebih. Ingat ya di bulan puasa biasanya kemampuan konsumsi makanan berkurang. Waktu yang tersedia untuk makan juga lebih singkat. Jadi, tidak harus mengikuti semua imajenasi kalau faktanya hanya berakhir di kulkas dan kemudian kotak sampah. 

4. Takjilnya diberi, wadahnya ngak

Selama ramadan sangat dianjurkan untuk saling memberi makanan berbuka. Gak usah nunggu mampu memberi banyak. Semangkok kolak atau empat potong kue pun sudah cukup untuk diberi ke tetangga. 

Nganterin takjilnya pakai wadah yang silakan langsung diminta kembalikan saat itu juga. Zaman saya masih kecil, kebisaan ini ngetren banget karena kebetulan saya adalah kurir takjil favorit di zamannya.

5. Jangan ragu bawa botol minum saat tarawih

Secepat-cepatnya shalawat tarawih, bagi saya tetap saja lama. Beda kalau hanya shalat isya. Dan ada kemungkinan selama tarawih merasakan haus. Dari pada bingung, kan jadi aman kalau bawa botol minum plus isinya dari rumah.

konsep bukber minim sampah


6. Hati-hati promo all you can eat

Kalau hitung-hitungan per-item makanan/minuman, tentu saja bisa jadi lebih  murah. Tapi, seberapa banyak perutmu mampu menampung makanan. Please, sadari kalau promo ini adalah strategi resto atau tempat makan supaya kamu mau mampir. Bukannya hemat justru kita sudah berlebih-lebihan dalam makanan. Padahal di luar sana masih banyak saudara seiman kita yang begitu membutuhkan bahkan hanya sekadar sepotong roti.

7. Pastikan mematikan semua alat listrik

Sambil nyantai malam, biasanya otomatis menghidupkan beberapa alat listrik kayak televisi, kipas atau pendingin ruangan, dispenser, atau apa saja. Nah kerena lelah dan kenyang, jadilah tertidur tanpa mematikan alat-alat tersebut. Kan sayang listriknya. Menghemat listrik artinya menghemat SDA artinya menjaga keberlanjutan bumi.

8. Konsep bukber minim sampah

Kalau di kantor atau di organisasi kalian akan diadakan bukber, coba usulkan untuk membuat tema minim sampah. Misalnya kalau bukbernya di tempat makan, pastikan makan dan minum tidak  memakai plastik sekali pakai. Atau kalau bukber di suatu tempat, semua peserta membawa makanan dalam wadah masing-masing. 

9. Membatasi bukber di luar

Kenapa harus dibatasi? Karena membatasi banyak hal yang harusnya bisa dihemat. Bensin, keuangan, meminimalisasi sampah sisa makan, dan lainnya. Lebih manfaat waktunya digunakan untuk tilawah atau zikir, mumpung ramadan.

10. Kalau ke pasar, jangan kalap

Godaan untuk membeli semua yang ada di pasar memang luar biasa. Dengan alasan biar puasanya lancar harus makan ini, makan itu. Tidak! Konsep makan sehat tetap sama antara bulan Ramadan atau bulan lainnya. Bawa tas belanja, saat tas belanja penuh, pulanglah. 

Demikian 10 kebiasaan sederhana yang bisa dilakukan sekarang juga. Selamat berjuang meraih ampuanan dan kasih sayang Allah.  

Share:

Minggu, 17 Maret 2024

Guru dan Orangtua Sefrekuensi, Bisa Gak?

Suatu ketika saya cuci mata di instagram. Di sebuah akun sekolah, terunggah acara kemah ayah dan anak yang dilaksanakan di sekolah tersebut.

Mungkin bagi orang kebanyakan, unggahan tersebut biasa saja. Wajar kan akun sekolah promosi kegiatan sekolah. Tapi buat saya yang mengelola sekolah, ada yang istimewa dari rangkain foto di feed instagram.

Kehadiran dan keterlibatan para ayah di kegiatan sekolah, itu luar biasa. Kesibukan para ayah dalam mencari nafkah adalah alasan paling umum absennya dalam urusan sekolah anak.
Meski sebenarnya stigma yang selama ini berlaku bahwa tugas ayah adalah memenuhi kebutuhan uang untuk pendidikan anak.

SIT Qudwah 2017-2024

Sementara tanggung jawab pendidikan  sepenuhnya ada pada ibu. Tak heran, ibulah yang dominan mengambil keputusan sekaligus pelaksana tehnis semua urusan pendidikan anak.

Tentu saja kondisi ini kurang tepat. Orang tua (ayah dan ibu) bukan salah satunya berkewajiban sepenuhya terhadap anak termasuk pendidikannya.

Nah, pertanyaannya bagaimana menjadikan orang tua dan guru memiliki kesamaan persepsi dalam mendidik anak?

Karena, ketika orang tua dan guru sudah memiliki cara pandang yang sama, akan lebih mudah untuk bekerjasama dalam memberikan pendidikan terbaik dan sesuai karakter anak.

Di Sekolah Islam Terpadu Qudwah, sejak berdiri tahun 2017 telah berupaya membangun kesamaan visi dan misi antara wali siswa dan sekolah. Sosialisasi dan komunikasi terus dilaksanakam dalam berbagai momen. Seperti pertemuan orang tua acara Diskusi Pengasuahan Anak, pembagian hasil belajar, atau berbagai kegiatan kondisional.

Menawarkan sesuatu yang baru, yang tidak ada referensi sebelumnya tentu bukan perkara mudah. Pendidikan tidak menjanjikan hasil yang instan. Tapi, pendidikan menawarkan perbaikan kualitas hidup setiap orang.

Sholat magrib bersama para ayah

Saya selalu percaya, dengan upaya yang konsisten, kerjasama guru dan orangtua akan dapat terwujud, meski dengan latar belakang pendidikan orang tua yang rendah sekalipun. 

Sebab, secara fitrah, orang tua ingin kebaikan pada anaknya. Orang tua ingin anaknya memiliki kehidupan yang lebih baik. Hanya saja terkadang, cara pandang orang tua (atau juga guru) yang kurang tepat memaknai 'terbaik untuk anaknya'.

Perlu ada standar yang disepakati bersama terkait konsep pendidikan. Rujukan utamanya tentu Al-Qur'an dan hadist. Teladan aplikasi pelaksanaannya di masa Rasulullah, sahabat, para tabiin, tabiin-tabiin  hingga salafus saleh. Modifikasinya kemajuan pengetahuan dan tehnologi saat ini serta tantangan zaman kedepan.

Kerja besar kan?

Jadi, penting sekali gotong royong, urun rembuk oran tua dan guru.

Kembali ke realita di SIT Qudwah, di perjalanan tujuh tahun, perlahan menunjukkan kebersamaan langkah orang tua dan guru.

Indikasinya terlihat pada;
1.  Persentase kehadiran orang tua di program sekolah yang melibatkan wali siswa
2. Kerjasama orang tua dalam mengevaluasi capaian perkembangan anak
3. Keterlibatan orang tua dalam memberikan pendapat untuk perbaikan sekolah

Catatan-catatannya tentu saja ada. Kekurangan tentu masih banyak. Namun perubahan yang sedikit demi sedikit layak untuk diapresiasi dan disyukiri.

Kemeriahan HUT SIT Qudwah

Akhirnya, perjalanan membangun peradaban bangsa masih panjang. Dengan keyakinan pada tujuan menjadikan perjalanan terasa menantang dan pasti menyenangkan.

Terima kasih semua keluarga besar SIT Qudwah atas komitmen untuk terus melanjutkan perjalanan ini.

Orang tua dan guru sefrekuensi, bisa gak? Harusnya bisa dong!

Share:

Sabtu, 09 Maret 2024

40 Tahun, Ngapain Aja?

 

"Lahiran tahun berapa?"
"2005."
"2002."
"94"
"96"
"2007"
"Mbak?"
"84"
Ups, jauh banget 🤭

Ketika itulah saya sadar. Saya sudah sangat dewasa. Setidaknya dari sisi usia. Angka empat puluh menjadikan saya merenung. Sudah sejauh ini, apa yang diperbuat? Jangan-jangan saya gak ngapa-ngapain.  Biar bisa refleksi, saya coba menuliskannya dalam fase perdasawarsa.



0 sampai 10 tahun (mendekap)

Di fase ini saya namai mendekap karena memang di rentang usia yang saya memiliki kenangan indah sebagai anak-anak. Lahir dari keluarga baik-baik. Meski harus bekerja keras, Bapak saya bertanggung jawab sepenuhnya sebagai kepala keluarga. Mamak adalah sosok perempuan sabar dan totalitas dalam mengurus rumah tangga. 

Saya punya ingatan diajak ke pasar malam, dibelikan jajan, dibuatkan mainan. Punya sepupu yang biasa diajak main saat akhir pekan. Bahkan sempat nonton bioskop bersama mereka.

Pertemanan khas anak-anak masih saya rasakan. Bersepeda, mencari buah, masak-masakan, berpetualang, bermain yeye, be-pe, cak ingkling, ambulan, dakocan, pantak lele, engrang, tungkupan, bentengan, dan sejumlah permainan tradisional lainnya. Hidup adalah bermain. 

11 sampai 20 tahun (melompat)

Fase remaja awal yang dalam ilmu psikologi dikenal istilah storm and stress (badai dan tekanan). Hal ini dikarenakan adanya berbagai perubahan fisik, psikologis serta sosial yang terjadi di masa remaja. Masa kritis yang jika dapat dilalui dengan baik akan sangat membantu siapapun mempersiapkan masa depannya. 

Masa remaja saya adalah masa paling sulit. Berada di titik terendah dalam hidup. Allahh takdirkan ujian saya ada pada keluarga. Jatuh, terbentur, terluka, berdarah. Perih, sakit, ngilu. Menangis, teriak, hingga tak ada lagi air mata, tak ada lagi suara.

Ketika itu saya tidak tahu mengapa hidup begitu lirih. Tapi saya tak sempat bertanya pada Tuhan, karena hari-hari terlalu sibuk dengan beragam 'ujian'. Banyak hal yang begitu cepat terjadi. Melompat dari satu kejadian ke kejadian selanjutnya. Termasuk keisengan saya melakukan hal paling berbahaya di masa remaja. 

Tapi di luar itu semua, saya bersyukur Allah pertemukan dengan teman-teman yang baik. Saling membantu dan membawa pengaruh positif. Di rentang ini pula saya mulai beragama secara logika bukan semata doktrin. 

Defini hidup adalah berjuang.



21 sampai 30 tahun (menggapai)

Guncangan belum usai, tapi saya sudah lebih stabil. Sudah terlatih menguatkan hati. Awal dewasa yang saya penuhi dengan melakukan hal-hal diinginkan. Melakukan yang terbaik meski tidak pernah tahu akan kemana kaki melangkah. Saya lakukan saja mesti dengan mata yang samar menatap ke depan.

Secara pendidikan, tidak buruk. Organisasi, pergaulan, pertemanan semua baik-baik saja. Termasuk prestasi yang berhasil saya raih. Namun, semua belum membuat saya jelas menggambar 'stasiun' hidup saya. Saya tidak yakin apa yang harus saya gapai. 

Di saat yang lain mulai meniti karier saya justru berdoa yang kuat untuk menikah. Keinginan sederhana saya adalah menikah dan menjadi ibu rumah tangga. Saya yang tidak memusingkan akan memilih profesi apa. Sungguh, hidup adalah ketidakjelasan.

31 sampai 40 tahun (mendarat)

Ketika Allah pertemukan saya dengan suami, sejatinya Allah pertemukan saya dengan masa depan, karier, pekerjaan serta kehidupan. Masya Allah. Paket lengkap. Secara individu, hidup saya sudah selesai. Saya sudah menemukan. Saya sudah mendarat dari bermacam angan.Tidak ada lagi yang saya cari. Keluarga, teman, pekerjaan, dan impian semua sudah menemukan 'stasiun' tujuan. 

Menoleh ke belakang, terkadang masih tidak percaya bahwa semua yang sudah saya lewati adalah skenario yang saling melengkapi. Satu-persatu puzzel saling terpasang. Menampilkan takdir terbaik untuk saya. 

Belajar dari Rasulullah, usia 40 adalah usia yang telah selesai dengan diri sendiri. Siap membaktikan hidup untuk kehidupan sekitar. Karena hidup adalah pengabdian. 


Setelah 40 (menetap)

Allah sudah genapkan, alhamdulillah. Saya akan menjaga dan merawat semua. Sebab hidup adalah penantian (berjumpa denganNya)

Share:

Minggu, 03 Maret 2024

Tips Kegiatan Ramadan Versi Keluarga Banyak Anak

 Allamumma baariklana fii rajab wa sya'ban, wa baalighna ramadan.

Ya Allah berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya'ban dan sampaikanlah kami di bulan Ramadan.

Insyaallah dalam beberapa hari lagi, kita akan bertemu dengan bulan Ramadan. Satu bulan yang sangat istimewa dalam penanggalan tahun hijriah. Karena hadirnya hanya sekali dalam setahun, tentu kita berharap bisa melakukan ibadah terbaik.


Ada dua alasan mengapa seorang muslim harus berupaya maksimal mengisi hari-hari di bulan Ramadan dengan kebaikan.

Pertama, Ramadan bulan berkah penuh ampunan dan kasih sayang Allah swt yang ditandai dengan  perintah berpuasa dan awal diturunkannya Al-Qur'an.

Dalam QS Al Baqarah ayat 185 Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu ada di bulan itu, maka berpuasalah,"

Kedua, tidak ada yang bisa menjamin seseorang dapat bertemu di bulan Ramadan. Usia manusia adalah rahasia Allah. Jika kesempatan bertemu bulan istimewa ini tidak dimanfaatkan secara baik, maka tentu akan mengalami kerugian.

Terjemah QS Faatir ayat 11, "Dan sekali-kali tidak dipanjangkan umur seorang yang berumur panjang dan tidak pula dikurangi umurnya, melainkan (sudah ditetapkan) dalam Kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu bagi Allah adalah mudah."

Salah satu cara agar hari-hari di bulan Ramadan dapat dimaksimalkan dengan kegiatan ibadah, maka harus ada perencanaan.

Eemm... kalau untuk merencanakan kegiatan bagi diri sendiri, mungkin tidak terlalu repot. Tapi bagaimana dengan keluarga dengan jumlah anaka banyak dengan usia yang berbeda-beda. 

Nah seperti di keluarga kami. Ada 2 anak usia SD, 2 anak usia PAUD dan 2 anak Batita plus kedua orang tua. 

Ramadan bersama anak-anak


Berikut tips kegiatan ramadan versi keluarga banyak anak

1. Petakan rentang usia dan kemampuan anak 

Semakin jauh rentang usia, akan semakin beda kemampuan dan kebutuhan anak. Kakak  usia SD sudah bisa diajak tilawah Qur'an bersama. Sementara anak usia batita mungkin hanya beberapa menit bisa ikut mendengar bacaan Qur'an.

Dengan pemetaan rentang usia akan bisa dikelompokkan mana anak yang bisa direncanakan berkegiatan sama, mana kegiatan yang hanya untuk si adik, atau mana kegiatan yang bisa diikuti semua anggota keluarga.

2. Sesuaikan dengan jadwal sekolah

Untuk anak yang sudah memiliki jadwal di luar seperti sekolah, mengaji, atau ekskul dan lainnya perlu disesuiakan jadwal lagi. Biasanya dari pihak sekolah ada kebijakan khusus terkait jam pelajaran selama ramadan. Orang tua bisa minta informasi dari guru kelasnya jika belum mendapat info dari sekolah secara resmi. 

Karena kodisi anak berpuasa (meski dalam tahap belajar) pastikan anak mendapat waktu istirahat yang cukup. Jangan sampai anak kelelahan atau kehausan akibat aktifitas fisik yang tidak berhenti. 

Pesantren ramadan

3. Ada target ibadah masing-masing anak

Target ibadah memang perlu. Tapi membangun kesadaran ibadah pada diri anak jauh lebih penting. Maka harus ada komunikasi yang intens antara orang tua dan anak terkait alasan ia harus memperbanyak ibadah di bulan ramadan.

Target ibadah juga harus menyesuikan kondisi anak. Refesensinya adalah catatan ibadahnya di tahun sebelumnya. 

Misal si kakak usia 10 tahun. Ramadan tahun lalu sudah bisa menyelesaikan bacaan Al-Qur'an (khatam) selama Ramadan. Tahun ini targetnya bisa dinaikkan misalnya dengan satu kali khatam ditambah tiga juz.

Adiknya yang usia 8 tahun, ramadan tahun lalu selesai tilawahnya 20 juz. Tahun ini dimotivasi agar bisa meningkat dengan menyelesaikan tilawah 25 juz. Dan seterusnya.

Artinya penting juga bagi orang tua memiliki catatan ibadah anak. Ini bisa dibuat sendiri baik secara manual atau memakai aplikasi. Bisa juga mengikuti berbagai komunitas yang menyiapkan printable workshet selama ramadan. 

4. Membuat jadwal kegiatan

Setelah melakukan perencanaan kegiatan sesuai usia dan berdasarkan target ibadah, mulai susun jadwal kegiatan perhari. Dimulai dari sahur, hingga ditutup dengan sholat malam atau aktifitas ringan menjelang tidur. 

Untuk kegiatan perpekan bisa juga dimasukkan agenda luar seperti anak ikut pesantren ramadan atau kegiatan serupa lainnya.

5. Boleh memberi hadiah

Hadiah sebagai apresiasi perjuangan kesabaran anak dalam menjalani 'training' selama bulan Ramadan. Apresiasi sebisa mungkin hal yang bermanfaat dan anak merasakan kegembiraan atas hadiah tersebut. Tetapi tidak juga membebani orang tua.

Kalau di keluarga saya, list hadiah yang paling diinginkan belanja buku, makan-makan dan perjalanan ke suatu tempat. 

Baik, itu lima tips untuk membuat jadwal kegiatan untuk keluarga yang memiliki anak banyak. Semoga Ramadan kali ini semakin mengokokan tauhid anak-anak kita, semakin menjadikan mereka ahli ibadah, aamiin.


 


Share:

Sabtu, 24 Februari 2024

Hari Peduli Sampah di Sekolah

Siapa yang di sekolahnya ada peringatan Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN)? Dipastikan hanya beberapa sekolah saja. Karena memang HPSN tidak sepopuler peringatan lainya.

Bagaimana dengan Sekolah Islam Terpadu Qudwah?


SIT Qudwah termasuk diantara sedikit sekolah yang secara khusus melakukan kegiatan dalam rangka HPSN 2024.


Saya juga baru mengetahui tentang sejarah HPSN. Tanggal 21 Februari diambil untuk mengingat tragedi di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Leuwigajah di tahun 2005. Akibat curah hujan yang tinggi dan dan ledakan gas metana pada tumpukan sampah menyebabkan longsor. Dua kampung Cilumus dan Pojok tertimbun longsor dan 157 korban meninggal dunia.


Belajar dari peristiwa tersebut, sampah sudah menjadi masalah bersama yang darurat untuk dicari solusinya. HPSN membawa semangat untuk membangun kepedulian menjaga kelestarian bumi lewat upaya pola hidup minim sampah.


Ini tahun pertama SIT Qudwah memperingati HPSN. Selain sebagai bagian dari P5 (Penguatan Profil Pelajar Pancasila) dengan tema Aku Sayang Bumi. Konsep zero waste juga akan menjadi program unggulan sekolah secara berkelanjutan.

Kebijakan ini diambil setelah adanya keresahan mulai terlihatnya tumpukan sampah di area sekitar sekolah. Jadi benar dikatakan oleh para praktisi zero waste bahwa sampah-sampah itu tidak hilang. Melainkan, sampah hanya pindah dari satu tempat ke tempat lain. Misalnya dari ruang kelas pindah ke kotak sampah sekolah lalu pindah lagi ke pembuangan sampah. Lama kelamaan, sampah di pembuangan bertumpuk.

Hal yang pertama dilakukan adalah memberi pemahaman kepada dewan guru. Melakukan perubahan memang tidak mudah. Butuh usaha yang lebih keras. Butuh kesabaran. Jika selama ini terbiasa dengan beragam kepraktisan lalu harus memilih sedikit repot tentu perlu perjuangan tersendiri.

Selanjutnya memberikan edukasi ke para siswa. Meski tampaknya lebih mudah karena anak-anak cendrung mendengar perintah guru namun butuh pengawasan lebih ketat. "Untuk meletakkan sampah bekas jajan harus selalu diingatkan. Kalau tidak diawasi, sampahnya entah kemana," komentar salah seorang guru.



Unsur yang juga tidak boleh dilupakan adalah wali murid. Maka pada Ahad (20/2) pada agenda pertemuan orang tua diselenggarakan edukasi pilah sampah. Diharapkan para wali siswa dapat mendukung berbagai kebijakan sekolah yang berdasarkan zero waste school. Syukur kalau akhirnya juga bisa belajar menerapkan pola hidup minim sampah di rumah masing-masing.

Puncak HPSN 2024 di SIT Qudwah dilaksanakan pada Rabu (21/2) dengan kegiatan Aksi Bersih Lingkungan. Tidak hanya melakukan bersih-bersih dan pilah sampah, siswa diajak berkampanye mengurangi sampah plastik. Terakhir ada juga nobar biskop Qudwah film edukasi berjudul Petualangan Banyu di Negeri Sampah.


Sebagai langkah pertama tentu banyak evaluasi di sana-sini. Masih banyak PR pelaksanaan zero waste school di lapangan. Tapi setidaknya momen HPSN 2024 menjadi titik mulai untuk melakukan sesuatu bagi kelestarian bumi. Sekecil apapun, yok jangan ragu untuk memulainya sekarang juga.



Share:

Sabtu, 17 Februari 2024

Catatan Seorang Korsak Pemilu; Ada Romantis, Ada Miris

 "Namamu kumasukkan ke daftar korsak ya." Ini pemberitahuan, bukan pertanyaan atau minta pertimbangan.

Saya hanya mengangguk. Tentu suami ada alasan saya harus turun gunung. Ini bukan nepotisme. Justru karena tidak mudah mendapat kader partai yang bisa bertugas sebagai korsak (koordinator saksi).

Sebagai informasi, sebagaimana namanya, korsak bertugas mengkoordinir saksi yang berada di wilayah tanggungjawabnya. Korsak membawahi sepuluh saksi. Satu saksi untuk satu TPS. Jadi wilayah kerja korsak di sepuluh TPS. 

Pemilu 2004, pemilu pertama yang saya ikuti dan langsung menjadi saksi. Kala itu, saya masih berstatus sebagai mahasiswa akhir. 

Pemilu 2009, saya tetap menjadi saksi. Terlebih karena memang sudah aktif sebagai anggota partai politik.

Pemilu 2014 dan 2019 karena telah menikah, pindah domisili, hingga memiliki bayi, dua Pemilu ini saya absen jadi saksi.  

Pemilu 2024, setelah 20 tahun berlalu, saya kembali ke lapangan dan dengan tugas yang lebih menantang. 

Jika sebagai saksi saja, seseorang harus mengawal pelaksanaan proses pencoblosan hingga perhitungan suara dengan sangat teliti. Dimulai dari saat TPS dibuka pukul 07.00 hingga memastikan surat suara dan berkas-berkas dari KPPS diserahkan dengan aman ke PPS. Maka, korsak tentu lebih rumit.

H-1 Pemilu 

Setelah mendapatkan nama dan nomor gadget sepuluh orang saksi di bawah koordinasi saya, dibuat grup whatsapp saksi. Ketika dilaksanakan pelatihan saksi pada Minggu (11/2), ada dua saksi yang ternyata mengundurkan diri. Dari semua saksi, hanya satu orang yang saya kenal. Selebihnya orang yang baru saya temui meskipun kami tinggal di satu desa. 

Karena tersisa hanya dalam satu, dua hari, saya berupaya membangun komunikasi yang hangat. Bagi saya, saksi adalah pejuang di garis terdepan menjaga amanah suara dari rakyat. Tanggungjawabnya tidak kecil. 

Belajar dari pengalaman, saya mempersiapkan segala kemungkinan yang terjadi di lapangan. Membuat strategi mengkondisikan anak-anak termasuk yang utama. 

"Bapak Ibu para saksi, jaga kesehatan. Jangan bergadang. Pastikan kita semua dalam kondisi sehat dan bugar besok saat harus bertugas," pesan suara saya di grup saksi. Meski faktanya saya sendiri baru bisa tidur hampir jam 2 malam. 

Pemilu kelima

14 Februari - Pemilu 2024

05.00 WIB

Bangun tidur, menyiapkan anak-anak, membuat sarapan, sembari terus memantau grup saksi. Memastikan semua saksi sudah hadir sebelum pembukaan TPS agar dapat menyaksikan semuanya terlaksana sesuai aturan. 

08.00 WIB

Mengantarkan anak-anak ke rumah orang tua, dan lanjut k TPS 02 untuk menunaikan hak sebagai warga negara.

"Jumlah DPT sekian. Jumlah surat suara sekian." "Surat suara DPR RI lebih sekian." "Surat suara Pilpres kurang sekian." Berbagai laporan saksi di lapangan memenuhi chat grup.

11.00 WIB

Saya sudah pesan makan siang untuk saksi. Hanya saja karena ada agenda breafing korsak di tempat yang cukup jauh dari lokasi TPS, jadwal pengantaran makan siang sedikit terlambat. Pukul 12 lewat saya baru keliling ke sepuluh TPS. 

"Bapak Ibu para saksi, saya intuksikan untuk tidak meninggalkan TPS apapun yang terjadi. Saya akan mengantarkan konsumsi ke TPS masing-masing. Untuk ke izin ke kamar mandi atau sholat bisa bergantian dengan saksi partai lain atau panwas TPS." Lagi-lagi pesan suara saya mengingatkan agar saksi tetap fokus. 

Jam dua belas keatas adalah jam rawan karena jadwal untuk pemilih di luar DPT. Ini bisa jadi celah pemilih bayaran yang bisa diantisipasi oleh saksi. Pukul tiga belas dan seterusnya menjadi waktu menegangkan karena dimulai perhitungan suara.

Wajah pukul 8:37 WIB usai memilih

17.00 WIB

Menjelang magrib, rata-rata tiap TPS baru dua kotak suara yang dibuka dan dihitung. Atas kesepakatan bersama, TPS ditutup sementara untuk ishoma. Karena tempat pesan tadi siang kehabisan nasi, saya harus keliling membeli makan malam. Sudah lebih 6 KM keluar, setiap tempat jual nasi semuanya habis. Berkah tersendiri untuk pedagang.

Bersyukur akhirnya tetap dapat rumah makan yang masih ada lauknya, tapi nasinya harus menunggu masak dulu. Tak apalah daripada tidak bisa makan.

Sambil mengunjungi tiap TPS, saya memperkirakan waktu penyelesaian perhitungan suara. Sesekali saya ikut menemani saksi. Sesekali fokus memantau grup saksi maupun grup korsak. 

23.00 WIB

Baru ada dua TPS yang menyelesaikan perhitungan suara. Saya langsung ke salah satu TPS, ingin memastikan tidak ada keberatan saksi atas perhitungan dan saksi menandatagani semua berkas yang dibutuhkan. Serta terpenting saksi mendapat berkas C-hasil yang asli.

"Bunda, Shafiyyah nangis," telpon tetangga saya.

Mau tidak mau saya harus pulang dulu. Biasanya saat terbangun malam, Shafiyyah langsung saya elus-elus jadi bisa tidur lagi. Sampai di kamar, saya melihat anak 2 tahun itu masih terisak, secepatnya saya peluk.

"Maaf ya... Bunda tadi masih di luar." Cukup lama kami berpelukan. Setelah agak tenang, saya tawarkan ia minum. Alhamdulillah drama malam tidak lama. Shafiyyah kembali lelap. Saya lanjut tugas lagi.  

Wajah pukul 21:37 WIB keliling TPS

00.00 WIB (15 Februari 2024)

Hujan deras. Beberapa anggota KPPS bersegera menyelamatkan kotak suara dan berbagai berkas. Sementara proses administrasi terus berlangsung. 

"Jadi kita gimana?" tanya saya ke suami.

"Ya, keluar."

"Tapi hujan deras. Pasti kuyub."

"Kalau nunggu hujan reda, kayaknya akan lama. Khawatir makin malam, justru tidak bisa kemana-mana. Yang penting amankan C-hasil, Pastikan tidak basah."

Setelah memasukkan C-hasil kedalam plastik. Saya dekap tas di dada, di balik jilbab. Dini hari di bawah hujan deras, untuk pertama kali setelah memiliki anak, saya dan suami boncengan motor hanya berdua. Menyusuri jalan desa satu-satuya tanpa lampu jalan. Melewati rumah warga yang sudah tertutup rapat, melawati kebun karet yang membisu, melewati  lapangan bola yang gulita. 

"Ya Allah, ridhio perjuangan ini. Ridhoi dan berkahi semua ikhtiar kami," pinta saya disela istigfar dan sholawat. 

02.00 WIB

Karena kelelahan, suami tertidur dengan kondisi gadget yang masih terbuka. Tadi ia masih memantau tim tabulasi. Rasa lelah dan mengantuk sekuat tenaga saya lawan. Rasa-rasanya tidak tega untuk tidur, sementara para saksi masih berjuang di TPS masing-masing.

Saya terus koordinasi. Menanyakan kondisi di lapangan. Di luar, hujan mulai reda. Inilah definisi menunggu yang tak pasti. Hampir tiap lima menit saya melihat gadget. Memastikan tidak ada chat yang terlewat saya balas. Saya juga sempat mengirim pesan suara untuk  menguatkan semangat para saksi. 

Wajah pukul 06.30 WIB keesokan harinya

05.00 WIB 

Usai sholat subuh, saya langsung menggendong Shafiyyah yang baru bangun. Kami mencari sarapan ala kadarnya untuk kembali keliling TPS. Tiga TPS sudah selesai urusan C-hasilnya. Pagi ini menyelesaikan sisanya. 

"Betapa mahal harga Pemilu. Menguras tenaga, pikiran, jiwa dan raga seluruh rakyat Indonesia," ujar saya menyaksikan wajah-wajah lelah yang tak sempat sekadar memejamkan mata. "Sungguh zalim pemimpin yang ketika diberi amanah tetapi khianat. Tidakkah ia melihat begitu banyak rakyat yang berkorban untuk sebuah legalitas jabatannya."

Saya cek satu persatu berkas yang diserahkan para saksi. Bertanya beberapa hal yang memang penting saja. "Baik, sudah lengkap semua. Terima kasih ya."

"Iya, bu."

Saya menatap tubuh lunglai itu menjauh. Andai bisa, ingin rasakanya memeluk mereka erat. Ucapan terima kasih dan ganti transport yang tak seberapa tidaklah sebanding dengan semua yang telah mereka dedikasikan. 

09.00 WIB

Tiba di rumah, saya hanya ingin tidur. Urusan makan siang nanti biarlah beli saja. Semua berkas C-hasil saya titip ke suami yang langsung menuju posko tabulasi. Sebelum memejamkan mata, saya menyempatkan mengirim pesan suara ke grup saksi. "Semoga Allah membalas semua kebaikan Bapak dan Ibu."



  


Share:

Minggu, 11 Februari 2024

Anak-anak Nonton Debat Capres, Emang Boleh?

"Tadi aku ditanya si Ini, kau pilih apa?" Pulang bermain, kak Mush'ab menemui saya. 
"Kujawab, A." 
"Kalau aku B." 
"Kenapa pilih A?" 
"Ayah-bundaku pilih A. A itu gini, gini...." Saya menyimak cerita kakak. 

 "Bunda, di sekolah, bu guru juga nanya?" 
"Nanya apa?" Saya siap-siap mendengar lebih serius. Turut penasaran bagaimana guru di sekolahnya mengajak anak-anak diskusi tentang politik. 
 "Ya nanya capres. Ada yang pilih A, ada B, ada C." 
"Lho kalian kan belum milih?" 
"Orang tuanya, bun." 
"Trus?" 
"Kami gantian nanya, ibu milih apa? Kata ibu guru, rahasia." 
"Trus apa lagi?" 
"Ya sudah." Saya menghela napas. Kurang seru. 

Padahal, menurut saya obrolan tersebut bisa digali lagi. Anak kelas 5 SD sudah cukup bisa diajak berpikir kritis. Setidaknya ditanya pendapat atau perasaan mereka melihat keriuhan kampanye. Apa yang mereka suka atau tidak suka terhadap figur capres cawapres. Apakah di rumah orang tua mereka ngomongin seputar Pemilu. Pertanyaan yang sesuai tahap perkembangan kognitif anak.
sumber foto: Antara

Di keseharian, saya melihat anak-anak sangat dominan menurunkan persepsi politik orang tua. Bahkan ketika anak tersebut sudah memiliki hak pilih yakni di usia 17 tahun ke atas atau sudah menikah. Persepsi politik akan lebih bervariasi ketika semakin banyak pengetahuan dan pemahaman politik seorang anak. 

Kalau di rumah, kami membicarakan politik sama dengan halnya seperti membicarakan ekonomi, pendidikan, sosial dan sebagainya. Bukan sesuatu yang luar biasa atau sensitif. Tapi memang di pekan-pekan belakangan, anak-anak lebih antusias membahas politik. 

 "Aku tidak sabar lagi mau tanggal 14," kata Raihan (9 tahun).
 "Memangnya kenapa?"
 "Ya mau tau, siapa presiden kita." Saya senyum-senyum mendengar jawaban siswa kelas 3 SD itu. 

Saya membayangkan mereka akan mengganti foto capres dan cawapres yang ada di depan kelas. 
"Han, Pemilu kan bukan hanya milih presiden. Nanti akan ada lima kertas suara." 
Saya mulai memaparkan mata kuliah kewarganegaraan 3 SKS. Tentang tugas DPR, siapa saja anggota DPR, bagaimana posisi partai politik, ada juga DPD, dan seterusnya. 

Sejauh ini mereka bisa menyimak. Dan ngobrol politik juga bisa asyik. Saya pikir, jika pola pendidikan politik di ruang kelas bisa sesantai ini, seharusnya sikap apatis terhadap praktik politik praktis bisa dikikis. 

Bukan hanya lembaga pendidikan, lembaga keluarga juga harus bisa menyeimbangi berbagai informasi negatif terkait politik. Kemudian yang juga lebih penting adalah iktikad baik partai politik dan aktifisnya. Sejatinya, parpol memberikan ruang lebih luas terhadap pendidikan politik. Bukan semata organisasi yang mengakomodir kepentingan politik sekelompok golongan. 

Sementara, aktifis parpol baik pengurus serta anggota juga diharapkan dapat menampilkan perilaku dewasa dalam berpolitik. Menjadikan politik praktis sebagai salah satu cara berkontribusi terhadap kebaikan bangsa. 

 Anak-anak ikut menonton debat capres cawapres menurut saya adalah bagian dari fasilitas yang bisa dimanfaatkan orang tua atau guru untuk memberi pemahaman politik yang baik. Kedepan, anak-anak diharapkan bisa menjadi warga negara yang sadar hak politiknya dan menggunakannya dengan bijak.
Share:

RUMAH BACA AL-GHAZI

RUMAH BACA AL-GHAZI