Minggu, 17 Maret 2024

Guru dan Orangtua Sefrekuensi, Bisa Gak?

Suatu ketika saya cuci mata di instagram. Di sebuah akun sekolah, terunggah acara kemah ayah dan anak yang dilaksanakan di sekolah tersebut.

Mungkin bagi orang kebanyakan, unggahan tersebut biasa saja. Wajar kan akun sekolah promosi kegiatan sekolah. Tapi buat saya yang mengelola sekolah, ada yang istimewa dari rangkain foto di feed instagram.

Kehadiran dan keterlibatan para ayah di kegiatan sekolah, itu luar biasa. Kesibukan para ayah dalam mencari nafkah adalah alasan paling umum absennya dalam urusan sekolah anak.
Meski sebenarnya stigma yang selama ini berlaku bahwa tugas ayah adalah memenuhi kebutuhan uang untuk pendidikan anak.

SIT Qudwah 2017-2024

Sementara tanggung jawab pendidikan  sepenuhnya ada pada ibu. Tak heran, ibulah yang dominan mengambil keputusan sekaligus pelaksana tehnis semua urusan pendidikan anak.

Tentu saja kondisi ini kurang tepat. Orang tua (ayah dan ibu) bukan salah satunya berkewajiban sepenuhya terhadap anak termasuk pendidikannya.

Nah, pertanyaannya bagaimana menjadikan orang tua dan guru memiliki kesamaan persepsi dalam mendidik anak?

Karena, ketika orang tua dan guru sudah memiliki cara pandang yang sama, akan lebih mudah untuk bekerjasama dalam memberikan pendidikan terbaik dan sesuai karakter anak.

Di Sekolah Islam Terpadu Qudwah, sejak berdiri tahun 2017 telah berupaya membangun kesamaan visi dan misi antara wali siswa dan sekolah. Sosialisasi dan komunikasi terus dilaksanakam dalam berbagai momen. Seperti pertemuan orang tua acara Diskusi Pengasuahan Anak, pembagian hasil belajar, atau berbagai kegiatan kondisional.

Menawarkan sesuatu yang baru, yang tidak ada referensi sebelumnya tentu bukan perkara mudah. Pendidikan tidak menjanjikan hasil yang instan. Tapi, pendidikan menawarkan perbaikan kualitas hidup setiap orang.

Sholat magrib bersama para ayah

Saya selalu percaya, dengan upaya yang konsisten, kerjasama guru dan orangtua akan dapat terwujud, meski dengan latar belakang pendidikan orang tua yang rendah sekalipun. 

Sebab, secara fitrah, orang tua ingin kebaikan pada anaknya. Orang tua ingin anaknya memiliki kehidupan yang lebih baik. Hanya saja terkadang, cara pandang orang tua (atau juga guru) yang kurang tepat memaknai 'terbaik untuk anaknya'.

Perlu ada standar yang disepakati bersama terkait konsep pendidikan. Rujukan utamanya tentu Al-Qur'an dan hadist. Teladan aplikasi pelaksanaannya di masa Rasulullah, sahabat, para tabiin, tabiin-tabiin  hingga salafus saleh. Modifikasinya kemajuan pengetahuan dan tehnologi saat ini serta tantangan zaman kedepan.

Kerja besar kan?

Jadi, penting sekali gotong royong, urun rembuk oran tua dan guru.

Kembali ke realita di SIT Qudwah, di perjalanan tujuh tahun, perlahan menunjukkan kebersamaan langkah orang tua dan guru.

Indikasinya terlihat pada;
1.  Persentase kehadiran orang tua di program sekolah yang melibatkan wali siswa
2. Kerjasama orang tua dalam mengevaluasi capaian perkembangan anak
3. Keterlibatan orang tua dalam memberikan pendapat untuk perbaikan sekolah

Catatan-catatannya tentu saja ada. Kekurangan tentu masih banyak. Namun perubahan yang sedikit demi sedikit layak untuk diapresiasi dan disyukiri.

Kemeriahan HUT SIT Qudwah

Akhirnya, perjalanan membangun peradaban bangsa masih panjang. Dengan keyakinan pada tujuan menjadikan perjalanan terasa menantang dan pasti menyenangkan.

Terima kasih semua keluarga besar SIT Qudwah atas komitmen untuk terus melanjutkan perjalanan ini.

Orang tua dan guru sefrekuensi, bisa gak? Harusnya bisa dong!

Share:

2 komentar:

  1. Bener nian bunda 👍
    Semoga kedepan nyo bisa lebih baik lagi dalam membimbing anak² kita dan semoga anak² kita bisa men jadi anak² yg soleh dan soleha 🤲🏻🤲🏻🙏🏼

    BalasHapus
  2. Dan semoga sekolah kita bisa lebih maju dari sekarang ini 🤲🏻💪💪

    BalasHapus

RUMAH BACA AL-GHAZI

RUMAH BACA AL-GHAZI