Sabtu, 25 Mei 2019

Beauty and the Beast; Tak Hanya Cantik, Tapi Juga Mandiri

Pernah mendengar kisah Beauty and The Beast?
Kisah ini sama melegendanya dengan Cinderlela, Rapunzel atau juga Peterpan. Kisah cinta dengan romantikanya yang banyak diadaptasi ke berbagai pertunjukan opera, layar lebar, serial televisi, animasi serta lagu.

Meski memiliki banyak versi, versi karya Gabrielle Suzanne Barbot atau lebih dikenal Madame de Villeneuve yang terbit pertama kali pada tahun 1740 adalah paling populer dan lengkap. Dengan judul asli La Belle et la Bete, berkisah tentang seorang gadis bernama Belle, si jelita dan moster bernama Beast.


Kisah di bagi atas dua bagian. Bagian satu, The Beauty. Bermula dari perubahan nasib yang dialami keluarga Sang saudagar membuat kesedihan tak terkira terjadi pada saudari-saudari Belle. Belle dengan berbagai upaya mengembalikan kecerian di keluarganya.

Saat pada satu kesempatan Sang saudagar melakukan perjalanan ke kota, ia mendapat banyak pesanan dari anak-anaknya. Termasuk Belle yang hanya meminta dibawakan bunga mawar.  Sebab rasa sayang pada Belle, sang Saudagar tidak berpikir ulang saat melihat barisan mawar di taman istana tak berpenghuni dengan langsung memetiknya.

Kemarahan Beast sebab tindakan sang Saudagar harus ditebus dengan merelakan salah satu putrinya tinggal di istana. Inilah awal pertemuan Belle dengan Beast.

Bagian dua, The Beast. Sudut pandang bercerita berganti pada sang moster. Sebagian besar kisah berupa penjelasan masa lalu Belle, Beast, dan kehidupan para peri yang melindungi mereka. Tak hanya pangeran yang dikutuk menjadi Beast namun juga Belle sebelumnya pun telah dikutuk menjadi istri monster.

Sebagai kisah romance, saya merasa kisah ini unik dengan konflik yang rumit, tertata rapi di sepanjang bab. Selalu ada kejutan. Jauh dari kesan, cerita cinta biasa. Tone bercerita termasuk cepat hingga tidak membiarkan pembaca bosan menunggu kelanjutan nasib tokoh.

Seperti pada keterangan kisah di akhir buku bahwa meski hanya cerita fiksi, ada banyak pesan yang ingin disampaikan penulis. Berbeda dengan kisah cinta dengan tokoh perempuan lainnya, karakter Belle adalah perempuan mandiri, teguh pendirian dan rasional. Ia tidak ikut larut bersedih saat kehidupan keluarganya mendadak miskin. Ia menentukan nasibnya sendiri untuk mau tinggal di istana atau menerima tawaran menikah dengan Beast.
Artinya bahwa perempuan tidak hanya dinilai dari sisi fisik tetapi juga keinginan dan pendapatnya.

Selain itu, kisah Beuty and the Beast menjadi refresentasi penolakan adat yang berkembang di masa dan tempat lahirnya novel. Perempuan tidak boleh menerima perjodohan atas dirinya. Dan setelah menikah maka suaminya menjadi penguasa atas nasib perempuan. Gambaran nasib perempuan yang selalu dituntut oleh kaum feminis.

Hal lain yang juga menguatkan persfektif bahwa perempuan bisa setara dengan laki-laki dalam hal pengetahuan adalah adanya adegan Belle memiliki kegemaran membaca buku, piawai memainkan berbagai alat musik serta memiliki keterampilan life skill. Saya pikir, novel ini layak diapresiasi sekaligus menjadi pembelajaran bagi para remaja putri. Kecantikan fisik bukan satu-satunya yang perlu dibanggakan oleh seorang perempuan.

Kalimat "mereka hidup bahagia selamanya" juga berlaku di kisah Belle. Tetapi saya jamin, kisah ini tidak membosankan. Selamat membaca!


***

Identitas Buku
Judul: Beauty and the Beast
Penulis: Madame de Villeneue
Penerjemah: Andityas Prabantoro
Penerbit: Qanita
Cetakan: 1/2017

Share:

0 komentar:

Posting Komentar

RUMAH BACA AL-GHAZI

RUMAH BACA AL-GHAZI