“Nda... ngapain?” itu suara Mush’ab. Hari ini mereka tidak sekolah tapi kenapa ia bangun
cukup pagi. Pukul lima lewat. Mau tidak mau aku menjawab pertanyaanya meski di
dalam WC, “pipis bentar.” Jika tidak
kujawab justru akan bersambung ke pertanyaan lainnya.
Begitu membuka pintu WC,
si sulung menunjukkan popok ke hadapanku. “Apa ini?”
“Adek pipis. Celananya kakak buka.” Tanpa menunggu
kelanjutan ceritanya, aku berlari ke kamar. Mush’ab mengikuti.
Oalah... dua bocil lainnya pun sudah bangun. Padahal
rencanaku akan beres-beres rumah dulu sebelum membangunkan mereka. “Nda... adek
eek,” kali ini yang melapor Raihan. Ia mengangkat sebelah kaki Azzam yang usianya baru satu setelah bulan. Refleks
kupegang kepalaku dengan kedua tangan dan teriak, “kakak...!” Lalu dengan
begitu saja, kaki mungil itu mendarat mendadak di kasur.
Belum usai panikku,
Mush’ab kembali menunjukkan sesuatu. “Oh... kakak,” kini suaraku justru memelas
demi melihat kenyataan bahwa nyaris sepenuh spei ada noda pups.
dua senjata saya; laptop dan handphone |
Kupikir si sulung sadar bundanya siap meledak maka ia
mengeluarkan jurus ngeles. “Kita jadi pergi kan, Nda?” Aku bergeming. Masih
butuh waktu untuk menurunkan emosi. Dua tiga menit kemudian barulah aku kembali
normal.
Sembari membersihkan si bungsu, aku memanaskan air untuk mandi ketiga
bocil. Anak empat dan tiga tahun itu sebenarnya sudah kulatih mandi sendiri.
Namun terkadang aku yang tidak tega melihatnya. Sudah mandi tapi punggung badan
tak tersentuh air sedikitpun. Atau siap berpakaian nyatanya masih ada busa di
sela-sela jarinya. Jadi jika tidak dalam kondisi darurat satu seperti pagi ini,
biasanya aku masih memandikan mereka.
“Anak-anak sama siapa?” suami menelpon saat aku baru saja
masuk ke ruangan acara. Untuk keperluan kantor, selama tiga hari ia harus
keluar kota.
“Ada kakek, mamang dan bibinya yang menemani,” jawabku
sedikit berbisik karena sedang berlangsung kata sambutan dari panitia acara.
Anak-anak akan dititip di rumah orang tua jika sesekali ada acara yang tidak
memungkinkan membawa mereka.
“Selesainya jam berapa?” Baru juga datang sudah ditanya
pulang, selintas gerutuku. Namun segera kutepis. Masih tetap bisa menulis
dansejumlah aktivitas di luar rumah saja harusnya patut kusyukuri. Bukankah
banyak juga yang setelah menikah seolah ditelan bumi. “Nanti langsung jemput
mereka ya,” ternyata pesan sponsor belum usai.
Sekitar empat puluh blogger berkumpul. Setelah setahun lalu
memutuskan aktif ngeblog, ini moment spesial bagiku. Bertemu dengan blogger
dari beberapa komunitas di kota ini. Meski kebanyakan para jomblo, beberapa
berstatus sama denganku, emak-emak. Sembari mendengar pemaparan pemateri, kami diminta
memulai tugas. Ngetwit juga upload foto. Targetnya jadi tranding topic selain
tentu saja sosialisasi lewat blog masing-masing.
promosi blog lewat ig |
“Saya tinggal di desa. Jaraknya sekitar 25 km dari sini. Kalau
listrik padam, pasti tidak ada sinyal,” kalimat perkenalanku saat dipersilahkan
bertanya. “..., ternyata jadi bloggger itu ribet. Gak cukup bisa nulis saja. Harus bisa moto yang
bagus. Harus bisa lay out blog. Harus ngerti banyak istilah. Bahkan harus
promosi tulisan di sosmed. Belum selesai
belajar yang ini. Yang itu sudah nunggu. Trus gimana tipsnya buat saya yang ibu
rumah tangga sekaligus gaptek biar tetap eksis ngeblog?” curhatanku.
Sebenarnya materi tentang kepenulisan adalah bonus dari
panitia. Tapi pemateri yang hadir tidak sembarangan. Blogger yang memang
kompeten dari ibu kota. “Tujuan kita ngeblog itu apa? Sekadar senang-senang,
cari teman, tempat curhat atau cari uang.” Pembicara menyapu pandangannya ke
semua peserta.
“Kalau menurut saya, yang penting kamu bahagia dengan ngeblog.
Menulis saja sesuai kata hatimu. Jangan dibebani dengan statistik pengunjung,
DA, BW dan istilah lainnya. Lebih baik punya satu pembaca yang benar-benar suka
tulisanmu dibanding banyak view tapi
palsu.” Ada sorai-sorai di hatiku.
“Hayo ngetwitnya jalan terus ya,” mbak moderator berjilbab
merah itu mengingatkan peserta. Dan aku baru sadar kalau dari tadi asyik
menyimak materi sampai lupa membuka akun sosial media.
“Astagfirullah.” Pekikku tertahan. Ingatanku mundur beberapa
jam kebelakang. Semalam Mush’ab sibuk
memakai handphone untuk memfoto robot dari lego karyanya. Dan aku tidak memeriksa lagi saat ia
mengembalikannya. Drama pagi tadi membuat kondisi handphone luput dari
perhatianku.
salah satu acara blogger yang saya ikuti |
bagus
BalasHapusBagus
BalasHapusbagi ilmu dari acara itu dong kak ? hehe
BalasHapus