“Terkadang seorang penulis harus kejam pada diri sendiri,”
demikian diungkapkan Habiburrahman El Shirazy saat menyampaikan materi
kepenulisan di acara perdana Klub Cinta Menulis FLP Palembang. Kejam dalam
mendisiplinkan diri agar meluangkan waktu khusus untuk menulis dan membaca. Karena hanya
penulis disiplin yang akan produktif dan memiliki karya fenomenal.
“Bagi saya,” lanjut penerima penghargaan IBF Award 2006 ini,
“penulis adalah pekerjaan yang merdeka. Kita bisa menulis kapanpun dan
dimanapun.”
Diantara modal menjadi penulis adalah berani. Berani menuliskan,
berani dikritik, berani kaya tapi berani juga dipenjara. WS Rendra adalah satu diantara penulis yang mencicipi penjara
karena tulisannya. Inilah bentuk perjuangan seorang penulis terhadap gagasannya
yang terkadang bertentangan dengan penguasa.
Namun jika ingin menjadikan motivasi, bisa diingat yang
senang-senangnya. Penulis harus berani kaya semisal karena tulisan menjadi bestseller,
terjual dalam jutaan eksamplar, diangkat ke layar lebar lalu penulisnya
diundang ke berbagai acara. Tentu ini hasil yang juga patut disyukuri. Maka
ketika ada ide, segeralah catat agar tidak terlewat begitu saja. “Ketika anak
menangis, tiba-tiba ada ide yang tidak
sempat tercacat. Jadilah lenyap 5 milyar
dari royalti buku yang mungkin lahir dari ide tersebut,” beliau mencontohkan.
Ketika ide telah tercatat, seorang penulis dapat menggarapnya di kemudian hari.
Cukup banyak tulisan Kuntowijoyo di tahun 90-an yang merupakan arsip bank
idenya di tahun 60-an.
Perjalanan menjadi penulis bukan hal yang mudah. “Wartawan
banyak menulis bahwa karya pertama saya Ayat-ayat Cinta langsung meroket. Padahal
sebelumnya saya sudah mempunyai karya lain. Dan saya pun melalui proses panjang.
Mulai dari dicemoohkan teman, kuliah ilmu hadist kok nulis cerpen. Cerpen saya Suatu
Hari di Mekkah dibedah habis-habisan hingga beragam kritikan lainnya,” cerita
mantan Ketua FLP Kairo tersebut.
Modal lainnya adalah keahlian di bidang yang akan ditulis
serta keahlian tehnis menulis. Apapun bidang keahlian seseorang sebenarnya
mampu menjadi penulis. Karena menulis diawali dengan bidang yang paling disukai
dan dikusai. Dengan begitu akan ada gairah untuk menyelesaikan tulisan.Kalaupun
tidak memiliki keahlian di bidang yang akan ditulis maka haruslah melakukan
riset tentang hal tersebut. Mungkin terlihat kecil namun berdampak pada
tulisan. Semisal mencantumkan marga atau gelar daerah tertentu pada tokoh dalam
tulisan tanpa tahu dengan pasti penjelasannya. Dikhawatirkan menimbulkan
kesalahan atau bahkan kritikan dari pembaca yang mengetahuinya.
Keahlian tehnis menulis dapat dipelajari sembari proses
menulis itu sendiri. Karena dari kesalahan karya yang dikritik orang akan
menjadi pelajaran. Untuk saat ini sudah banyak buku atau workshop yang membahas
tentang keahlian menulis. Maka terpenting dari semuanya adalah niat yang kuat
untuk menulis.
Niat akan tumbuh ketika menyadari bahwa aktifitas menulis
tidak terbatas pada hobi saja. Melainkan misi yang besar sebagai ikhtiar
memajukan peradaban bangsa serta kemanusiaan. Berkembangnya ilmu pengetahuan
akan sangat ditentukan oleh atmosfir literasi. Hanya bangsa yang memiliki
tingkat minat baca dan menulis tinggi yang dapat menjadi bangsa terdepan dalam
berbagi inovasi.
Dalam sejarah, peradaban Islam di Andalusia menjadi kiblat
pengetahuan benua Eropa bahkan dunia. Karena pada masa itu, masyarakat terlebih
para kaum terpelajar sangat terbiasa membincangkan beragam keilmuan seperti
filsafat, sastra, sejarah dan sebagainya. Maka ketika Indonesia ingin menjadi
bangsa kuat, minat baca dan menulis masyarakatnya
haruslah di atas rata-rata negara lain.






Palembang eh daerah suami, ngajak dong kalo ada acara
BalasHapusBtw kang abik emang joss
Insyallah disenggol mbak Milda kalau kita ngumpul-ngumpul
Hapus